SILAHKAN DOWNLOAD SOFTFILE MAKALAH
A. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang
saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu
tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat
keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasi mengubah pola pemikiran bangsa
Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Harun Nasution mengatakan bahwa kata
filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala,
fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda
dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf.
Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan
berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata
Inggris philosophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal
dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga
terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat.[1]
Filsafat seperti yang kita ketahui
memiliki tiga cabang yaitu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi. Mempelajari
ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu
luas ruang lingkup dan pembahasannya.
Ketiga teori diatas sebenarnya sama-sama
membahas tentang ilmu, hanya saja mencakup hal dan tujuan yang berbeda.
Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang
hakiki dan hubungannya dengan daya pikir, Epistemologi membahas tentang
bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan
dengan yang lain, sedangkan Aksiologi membahas tentang guna pengetahuan,
klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini kami akan
menitik-beratkan pembahasannya kepada masalah ontologi yang mana membahas
tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan
hubungannya dengan daya pikir.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ontologi?
2. Bagaimana sudut pandang dan
aliran-aliran ontologi?
3. Apa saja metode ontologi?
4. Apa hubungan antara ontologi dan
komunikasi?
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Ontologi
Secara etimologis, istilah ontologi
berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: ontos yang
berarti ada atau keberadaaan dan logos yang berarti studi atau
ilmu.[2] Sedangkan menurut istilah, ontologi adalah
ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality
baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa
yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana wujud dari
kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal,
abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. Ontologi dianggap
sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang
ada.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh
Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang
ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika
umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.[3] Namun
pada kenyataannya, ontologi hanya merupakan bagian pertama metafisika, yakni
teori mengenai yang ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya dan apa
yang secara hakiki dan secara langsung termasuk ada tersebut.
Adapun mengenai objek material ontologi
ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas,
ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah
kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat
seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas
atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.[4]
Beberapa karekteristik ontologi antara
lain dapat disederhanakan sebagai berikut:
a. Ontologi adalah study tentang arti “ada”
dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya
sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.
b. Ontologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan
menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau
potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan,
ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya
c. Ontologi adalah cabang filsafat yang
mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu yang satu, yang absolute,
bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung
kepada-nya.
d. Cabang filsafat yang mempelajari tentang
status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan
sebagainya.[5]
B. Aspek Ontologi: Hakikat Jenis Ilmu
Pengetahuan
Ontologi, dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa Yunani ‘on’
berarti ada, dan ‘logos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’
berarti pemikiran (Lorens Bagus: 2000). Jadi, ontologi adalah pmikiran
mengenai yang ada dan keberadaannya.[6] Selanjutnya,
menurut A.R. Lacey, ontologi diartikan sebagai “a central part of
metaphisics”(bagian sentral dari metafisika). Sedangkan metafisika
diartikan sebagai “that which comes after ‘phisic’,... the study of
nature in general” (yang hadir setelah fisika, ... studi umum mengenai
alam). Dalam metafisika, pada dasarnya dipersoalkan mengenai substansi atau
hakikat alam semesta. Apakah alam semesta ini berhakikat monistik atau pluralistik,bersifat tetap atau berubah-ubah,
dan apakah alam semesta ini merupakan kesungguhan (actual) atau kemungkinan
(potency).
Beberapa karakteristik ontologi, seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain
dapat disederhanakan sebagai berikut:
¨ Ontologi adalah studi tentang arti “ada” dan “berada”,
tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam
dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.
¨ Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata
dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan
kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualisasi atau potensialisasi,
nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu,
perubahan dan sebagainya.
¨ Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba
melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu Yang Satu, Yang
Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak
bergantung kepada-nya.
¨ Cabang filsafat yang mempelajari tentang status
realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, hakikat abstrak atau jenis menentukan
kesatuan (kesamaan) dari berbagai macam jenis, bentuk dan sifat hal-ha atau
barang-barang yang berbeda-beda dan terpisah-pisah. Perbedaan dan keterpisahan
dari orang-orang bernama Socrates, Plato, Aristoteles, dan sebagainya, terkait
dalam satu kesamaan sebagai manusia. Manusia, binatang, tumbuhan, dan
benda-benda lain yang berbeda-beda dan terpisah-pisah, tersatukan dengan
kesamaan jenis sebagai makhluk. Jadi, hakikat jenis dapat dipahami sebagai
titik sifat abstrak tertinggi daripada sesuatu hal. Dalam filsafat, studi
mengenai hakikat jenis atau hakikat abstrak ini masuk ke dalam bidang
metafisika umum atau ontologi.
Oleh sebab itu, pembahasan tentang hakikat jenis ilmu pengetahuan berarti
membahas ilmu pengetahuan secara ontologis. Persoalannya adalah sejauh mana
fakta perbedaan dan keterpisahan ilmu pengetahuan ini merupakan
kesungguhan (actus) atau kemungkinan (potency),
dalam arti seharusnya ilmu pengetahuan itu memang pluralistik atau monistik?
Secara Ontologis, artinya secara metafisis umum, objek materi yang
dipelajari di dalam pluralitas ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat
yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti
manusia, binatang, tumbuhan, dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak
tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. kenyataannya
itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata
lain, pluralitas kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu
dalam kesatuan objek materinya.
Di samping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih ditentukan
oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai
sudut atau titik pandang (point of view), yang selanjutnya
menentukan ruang lingkup studi (scope of the study). Berdasarkan
ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi
plura, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Berdasarkan hukum kodrat (ontologis), jika mempertimbangkan proses terbentuknya
objek forma, maka dapat dinilai bahwa bagaimanapun perkembangan ilmu
pengetahuan menjadi plural, tetapi hanya terbatas pada perbedaan, bukan
keterpisahan.
Di samping pendekatan kuantitatif menurut objek materi dan objek forma terhadap
pemecahan masalah hakikat ilmu pengetahuan, secara ontologis masih ada
pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif, persoalan yang sama,
yaitu aspek ontoogi ilmu pengetahuan dengan persoalan hakikat keberadaan
pluralitas ilmu pengetahuan, dapat digolongkan ke dalam tingkat-tingkat abstrak
universal, teoretis potensial dan konkret fungsional.
C. Aliran-aliran ontologi
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin
ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme oleh
Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian
terebagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang
lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan
salah satu cara tertentu.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa
yang merupakan hakikat adalah:
·
Pikiran yang masih sederhana, apa yang
kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
·
Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan
sesuatu di luar ruang yang abstrak.
·
Penemuan-penemuan menunjukan betapa
bergantungnya jiwa pada badan.
Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani.
Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia memang
bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ.
Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan haklekat adalah benda.
b. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba
cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”,
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat
kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau
zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini
yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya
adalah:
•
Nilai ruh lebih tinggi daripada badan,
lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap
sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan
atau penjelmaan.
•
Manusia lebih dapat memahami dirinya
daripada dunia luar dirinya.
•
Materi ialah kumpulan energi yang
menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
•
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui
pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang
ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam
nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide
itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
2. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi
maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh,
begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan
menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi dapat kita ambil
misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan sehat
kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh dengan duka dan
kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang
tersebut.
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk
itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and
Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran
ini pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur,
yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James
(1842-1910 M). Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan
filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan,
tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
4. Aliran Nihil isme dalam Filsafat
Nihi lisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin
yang tidak mengaku ivaliditas alternatif
yang positif. Istilah nihil isme diperkenalkan olehIvan Turgeniev pada tahun1862 di Rusia. Doktrin tentang nihil isme sebenarnya sudah ada semenjak zamanYunani Kuno,yaitu pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang
memberikan tiga proposes itentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
Ketiga,sekalipun realitas itu dapat kita ketahui,ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada
orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia.
Mata manusia tidak lagi diarah kan pada suatu dunia
di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.
5. Aliran Agnostisis medalam Filsafat
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata
agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos,
yang berarti unknown. Artinya not, gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya
orang mengenaldanmampumenerangkansecarakonkretakanadanyakenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme,
yang menyatakan bahwa manusia itu
tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan kedalam sesuatu
orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang
mengatakan bahwa satu-satunya yang adaituialahmanusia,
karenahanyamanusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang
mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang).
Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda,
baik materi maupun rohani.[7]
D. Kedudukan Ontologi
Ontologi ini merupakan ‘ilmu pengetahuhan’ yang paling universal dan paling
menyeluruh penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian lainya
yang lebih bersifat’ bagian’. Ia merupakan konteks untuk semua konteks lainnya,
cakrawala yang merangkum semua cakrawala lainnya, pendirian yang meliputi
segala pendirian lainya. Ontologi berhubungan dengan yang namanya
metafisika. Oleh karena sifat englobant (marcel) atau umgreifen (jasper)
itu, maka ontologi meneliti pengkadar pengada. Sedangkan mengada itu merupakan
sekaligus hal yang paling terkenal, dan hal yang paling sukar diekspresikan.
Oleh karen meneliti dasar paling umum untuk segala-gala nya, ontologi itu
disebut filsafat’pertama’ . namun ontologi telah mengandaikan semua bagian
filsafat lainya.
Tentu dalam suatu pengantar didaktis dapat
saja ontologi sebagai pemikiran paling umum, diuraikan pada awal seluruh
penyelidikan filosofi (demikianlah);tetapi menurut ukuran itu belum cukyp
dicakup pengalaman konkret mengenai manusia-dunia-tuhan. Besarlah bahaya bahwa
ontologi sedemikian itu menjadi suatu kumpulan atau sistem konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang melulu formalitas dan kosong belaka ( menurut tuduhan
kant) , tanpa hubungan dengan kenyataan yang benar. Oleh karena itu kiranya
paling baik ontologi dikembalikan kedudukannya semula, yaoitu ditempatkan pada
akhir filsafat sistematis. Jadi ontologi disebut filsafat’pertama’, tetapi juga
filsafat’ultima’[8]
F. Metode ontologi
Pertanyaan tentang’mengada’ ini muncul
dari pemahaman tentang kenyataan kongkret. Dengan demikian ontologi menanyakan
sesuatu yang tidak serba terkenal. Andaikan sama sekali tidak terkenal,
mustahillah pernah akan dapat ditanyakan. Maka telah ada semacam vorwissen (pra
pengetahuhan) ; sudah ada suatu pemahaman, namun yang belum tahu pula.
Pemahamam itu senada dengan keinsafan manusia akan dirinya sendiri
sebelum melaksanakan antropologi metafisik; -bahkan merupakan
lanjutan sebelum melaksanakan antropologi meta fisik;- filsafat
lalu menjurus ke suatu refleksi terakhir, yang ingin mengeksplitasikan dan
mentematisasikan vorwissen tersebut. tetapi, walaupun terbuka
untuk perkembangan selanjutnya, vorwissen itu jugatelah
menentukan cakrawala prisipal, ataupun telah memasang suatu apriori mutlak. Segala
perkembangan pengertian telah termuat dalam batas-batas prapemahaman itu, dan
tidak pernah akan dapat melampuinya. Yang ada di luarnya tidakakan dan tidak
dapat dipertanyakan, karena tidak dipandang sebagai’mengada’
Dengan demikan ontologi bergerak di anatara dua kutub,yaitu anatara pengalaman
akankenyataan konkret dan prapengertian ‘mengada’ yang paling umum. Dalam
refleksi ontologi kedua kutub itu saling menjelaskan. Atas dasar pengalaman
tentang kenyataan akan semakin disadari dan di eksplisitasikan arti dan hakikat
‘mengada’. Tetapi sebaliknya prapemahaman tentang cakrawala ‘mengada’ akan
semakin menyoroti pengalaman konkret itu , dan membuatnya terpahami
sungguh-sungguh. Jadi refleksi ontologis berbentuk suatu lingkaran hermeneutis
anatara pengalaman dan’mengada’ tanpa mampu dikatakan man yang lebih dahulu.
Metode ontologi ini tidak dapat
dipertanggungjawabkan lebih lanjut dulu. Akan menjadi lebih jelas sambil
berjalan, dan sahnya akan tampak dalam uraian ontologis sendiri tidaklah mungkin
bertitik pangkal dari rumus-rumus tepat mengenai ‘mengada’ dan segala sesuatu
yang berhubungan dengannya oleh karena dua alasan. Pertama, rumus sedemikian
itu belum diberikan dasar mutlak dan kepastian ultima. Dengan menentukan rumus
sedemikan tanpa jaminan definitif, ada bahaya bahwa telah ditentukan batas
batas yang terlalu sempit dan kurang supel, sehingga secara apriori telah akan
tertutup jalan-jalan pemikiran yang tertentu. Kedua, suatu definisi selalu
memakai suatu pengertian lain yang diandaikan telah diketahuhi lebih dahulu dan
lebih jelas dari’mengada’ itu. Oleh kedua alasan ini rumus rumus dalam ontologi
hanya mungkin terjadi sebagai kesimpulan kesimpulan uraian.[9]
G. Hubungan Ontologi dan Ilmu Komunikasi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang
ada. Dalam ilmu komunikasi, ontologi berperan mengkaji hakikat komunikasi,
yakni mengkaji apa yang dimaksud dengan komunikasi. Ilmu komunikasi adalah ilmu
yang mempelajari cara-cara untuk mentransfer ide dari satu individu ataupun
grup ke individu atau grup yang lain. Ilmu komunikasi dipahami melalui objek
material dan objek formal:
a. Objek material dipahami sebagai sesuatu yang
monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai
sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Serta apa yang
dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala “manusia
di dunia yang mengembara menuju akhirat”. Dalam gejala ini jelas ada
tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang
manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang
akhirat (teologi-filsafat ketuhanan; kata “akhirat” dalam konteks hidup
beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi,
dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab
pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.
Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal
manusia dalam dunianya.
b. Sementara objek formal melihat Ilmu Komunikasi sebagai
suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya
menentukan ruang lingkup studi itu sendiri. Obyek formal adalah cara pendekatan
yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau
mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu
logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.[10]
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi,
Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia.
Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan
waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi
fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah,
diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan,
tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi
garapan ilmu keagamaan.
Dalam kajian berita infotainment, bahasan secara ontologis tertuju pada
keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena tentang berita
infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Misalnya saja, berita Kasus
Kopi Sianida yang menyebabkan tewasnya Wayan Mirna Salihin yang diadakan sidang
di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini bermula saat Jessica berteman dan
berkuliah dengan Mirna, Boon Juwita alias Hani (Saksi Hani), dan Vera Rusli
(Saksi Vera) di Kampus Billy Blue College Of Desain di Sidney,
Australia. Sekitar pertengahan tahun 2015, Mirna mengetahui permasalahan dalam
hubungan percintaan antara Jessica dengan pacarnya. Sehingga korban Mirna
menasehati terdakwa agar putus saja dengan pacarnya yang suka kasar dan pemakai
narkoba, dengan menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan
tidak modal. Ucapan Mirna tersebut, ternyata membuat Jessica marah serta sakit
hati sehingga Jessica memutuskan komunikasi dengan Mirna. Untuk membalas sakit hatinya
tersebut, Jessica kemudian membuat suatu rencana untuk menghilangkan nyawa
Mirna. Jessica yang sempat memutus komunikasi kembali menjalin komunikasi
dengan Mirna guna melancarkan niatnya tersebut. (Muhyiddin, 2016)
Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat ketika terjadi berita hebohnya
Seleb Instagram Karin Novilda alias Awkarin mulai ramai dibahas. Di Indonesia,
fenomena ini juga bukan terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan
pada saat itu) banyak surat kabar-surat kabar kuning muncul & diwarnai
dengan antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto menerbitkan
Monitor semakin membuat semarak “Jurnalisme kuning di Indonesia”. Pasca Orde
Baru ketika kebebasan pers dibuka lebar-lebar semakin banyak media baru bermunculan,
ada yang memiliki kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan
mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika tayangan Cek
& Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga ikut-ikut
menayangkan acara gosip. Darisinilah cikal bakal infotainment marak di TV kita.
Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia
jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan
bukti rating tinggi (public share tinggi).
Pada hakikatnya, komunikasi yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan. Jika yang kita sampaikan bukan pesan maka itu bukan kajian
ilmu komunikasi. Misalnya ada dua orang yang berdiri di pinggir jalan untuk
menunggu bus, namun diantar mereka berdiam diri saja, tidak ada pesan yang di
sampaikan kepada satu sama lain, maka diantara keduanya tidak ada dan tidak
terjadi komunikasi. Misalkan kedua orang itu pria tampan dan gadis cantik. Si
pria ingin sekali berkenalan dengan si gadis namun ia tidak menyampaikan pesan
itu kepada si gadis tentang ketertarikannya, maka di antara mereka bukan
komunikasi antar pribadi yang terjadi melainkan komunikasi interpribadi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang
paling umum ; kerap juga disebut metafisika umum. Baru setelah
menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsfata manusia,
filsafat alam-dunia, pengetahuhan, ketuhanan, moral dan sosial, dapat disusun
suatu uraian ontologi. Maka ontologi sulit dipahami lepas dari bagian-bagian
dan bidang-bidang filsafat lainya, dan adalah bidang filsafat yang paling
sukar.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh
Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang
ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Ontologi
mempunyai aliran-aliran yaitu :
1. monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang
asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Monoisme
memiliki 2 aliran yaitu, materialisme dan idealisme.
2. dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba
memadukan antara dua paham yang saling bertentangan
3. pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan
4. aliran nihil isme dalam filsafat
yaitu pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang
memberikan tiga proposes itentang realitas. Pertama,
tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Ontologi merupakan cabang teori hakikat
yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dalam ilmu komunikasi, ontologi
berperan mengkaji hakikat komunikasi, yakni mengkaji apa yang dimaksud dengan
komunikasi melalui objek material dan objek formal.
DAFTAR PUSTAKA
Zaprulkhan.2004.filsafat
ilmu sebuah analisis kopntenporer.Jakarta:Pustaka Grafindo
S. Praja, Juhaya. 2003. aliran-aliran
filsafat komunikasi & etika. Jakarta: Kencana.
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat
Ilmu Pengetahuan.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Bakker annton.1992.ontologi metafisika
umum filsafat pengada dan dasar-dasar kenyataan .yogyakarta: penerbit
kanisius
[8] Anton bakker, ontologi metafisika umum filsafat pengada
dan dasar-dasar kenyataan,(yogyakarta ; penerbit kanisius,1992) hlm. 20 -21
No comments:
Post a Comment