MAKALAH FILSAFAT KOMUNIKASI ONTOLOGI | Aspek ontologi |Aliran - aliran ontologi | Metode | hubungan Ontologi dan Ilmu komunikasi - pemuda bebas berkarya

Breaking

post

recent/hot-posts

Sunday, June 14, 2020

MAKALAH FILSAFAT KOMUNIKASI ONTOLOGI | Aspek ontologi |Aliran - aliran ontologi | Metode | hubungan Ontologi dan Ilmu komunikasi


MAKALAH FILSAFAT KOMUNIKASI
ONTOLOGI

Disusun oleh :
ANGGI PRAYOGI
DION HANGGARA
MUHAMMAD KRIS PRATAMA
M. TENKA
RANO AJI

Dosen Pengampu :
Desy Misnawati, S.Sos., M.I.Kom.

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG


KATA PENGANTAR

                Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
            Segala puji dan sukur kami panjatkan kepada allah SWT yang karena atas berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas kami dengan judul “ONTOLOGI”. Tugas ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui  pengertian serta komponen-komponen yang ada di dalam Ontologi. Ontologi merupakan bagian dari ilmu filsafat, yaitu imu yang berkaitan tentang pemikiran manusia secara mendalam.                                                                                                   Dalam makalah ini juga dijelaskan apa hubungan ontologi dengan komunikasi. apakah mempunyai keterkaitan dan memiliki persamaan diantaranya. Semua itu akan dijelaskan dalam makalah ini.                                                      penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada teman-teman kelompok yang membantu dan bekerjasama dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang membangun dari para pembaca dan teman-teman sekalian. penulis juga berterima kasih kepada ibu Desy Misnawati, S.Sos., M.I.Kom selaku dosen mata kuliah filsafat komunikasi yang telah memberikan tugas berupa makalah yang berjudul ontologi, karena dengan demikanlah kami bisa lebih mengenal lebih dalam apa itu ontologi.
            Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Palembang, 15 Mei 2018


                                                                                                Penulis





DAFTAR ISI


Kata pengantar.............................................................................. i
Daftar isi...................................................................................... ii

PENDAHULUAN
Latar belakang.............................................................................. 1
Rumusan...................................................................................... 5
Tujuan.......................................................................................... 5

PEMBAHASAAN
A. Pengertian ontologi.................................................................. 2
B. Aspek Ontologi: Hakikat Jenis Ilmu Pengetahuan.......................3
C. Aliran-aliran ontologi.......................................................................5
D. kedudukan ontologi..........................................................................7
F. Metode ontologi................................................................................8
G. Hubungan Ontologi dan Ilmu Komunikasi....................................9

PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................. 12
Daftar pustaka............................................................................. 13










Allah mengangkat orang – orang beriman di anatara kamu dan juga orang – orang yang dikaruniai ilmu pengetahuhan hingga beberapa derajat”
( al-mujadalah : 11)



PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasi mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat.[1]
Filsafat seperti yang kita ketahui memiliki tiga cabang yaitu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya.
Ketiga teori diatas sebenarnya sama-sama membahas tentang ilmu, hanya saja mencakup hal dan tujuan yang berbeda. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir, Epistemologi membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain, sedangkan Aksiologi membahas tentang guna pengetahuan, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini kami akan menitik-beratkan pembahasannya kepada masalah ontologi yang mana membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.

B.     Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ontologi?
2. Bagaimana sudut pandang dan aliran-aliran ontologi?
3. Apa saja metode ontologi?
4. Apa hubungan antara ontologi dan komunikasi?


PEMBAHASAAN

A.    Pengertian Ontologi

Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: ontos yang berarti ada atau keberadaaan dan logos yang berarti studi atau ilmu.[2] Sedangkan menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana wujud dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.[3] Namun pada kenyataannya, ontologi hanya merupakan bagian pertama metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya dan apa yang secara hakiki dan secara langsung termasuk ada tersebut.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.[4]

Beberapa karekteristik ontologi antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut:

a.       Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.
b.      Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya
c.       Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-nya.
d.      Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.[5]

B. Aspek Ontologi: Hakikat Jenis Ilmu Pengetahuan
            Ontologi, dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa Yunani ‘on’ berarti ada, dan ‘logos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti pemikiran (Lorens Bagus: 2000). Jadi, ontologi adalah pmikiran mengenai  yang ada dan keberadaannya.[6] Selanjutnya, menurut A.R. Lacey, ontologi diartikan sebagai “a central part of metaphisics”(bagian sentral dari metafisika). Sedangkan metafisika diartikan sebagai “that which comes after ‘phisic’,... the study of nature in general” (yang hadir setelah fisika, ... studi umum mengenai alam). Dalam metafisika, pada dasarnya dipersoalkan mengenai substansi atau hakikat alam semesta. Apakah alam semesta ini berhakikat monistik atau pluralistik,bersifat tetap atau berubah-ubah, dan apakah alam semesta ini merupakan kesungguhan (actual) atau kemungkinan (potency).
            Beberapa karakteristik ontologi, seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut:
¨      Ontologi adalah studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.
¨      Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualisasi atau potensialisasi, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya.
¨      Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-nya.
¨      Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya.
            Seperti yang telah diungkapkan di atas, hakikat abstrak atau jenis menentukan kesatuan (kesamaan) dari berbagai macam jenis, bentuk dan sifat hal-ha atau barang-barang yang berbeda-beda dan terpisah-pisah. Perbedaan dan keterpisahan dari orang-orang bernama Socrates, Plato, Aristoteles, dan sebagainya, terkait dalam satu kesamaan sebagai manusia. Manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-benda lain yang berbeda-beda dan terpisah-pisah, tersatukan dengan kesamaan jenis sebagai makhluk. Jadi, hakikat jenis dapat dipahami sebagai titik sifat abstrak tertinggi daripada sesuatu hal. Dalam filsafat, studi mengenai hakikat jenis atau hakikat abstrak ini masuk ke dalam bidang metafisika umum atau ontologi.
            Oleh sebab itu, pembahasan tentang hakikat jenis ilmu pengetahuan berarti membahas ilmu pengetahuan secara ontologis. Persoalannya adalah sejauh mana fakta perbedaan dan keterpisahan ilmu pengetahuan ini merupakan kesungguhan (actus) atau kemungkinan (potency), dalam arti seharusnya ilmu pengetahuan itu memang pluralistik atau monistik?
            Secara Ontologis, artinya secara metafisis umum, objek materi yang dipelajari di dalam pluralitas ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuhan, dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. kenyataannya itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, pluralitas kata lain, pluralitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.
            Di samping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih ditentukan oleh objek forma. Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi plura, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
            Berdasarkan hukum kodrat (ontologis), jika mempertimbangkan proses terbentuknya objek forma, maka dapat dinilai bahwa bagaimanapun perkembangan ilmu pengetahuan menjadi plural, tetapi hanya terbatas pada perbedaan, bukan keterpisahan.
            Di samping pendekatan kuantitatif menurut objek materi dan objek forma terhadap pemecahan masalah hakikat ilmu pengetahuan, secara ontologis masih ada pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif, persoalan yang sama, yaitu aspek ontoogi ilmu pengetahuan dengan persoalan hakikat keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan, dapat digolongkan ke dalam tingkat-tingkat abstrak universal, teoretis potensial dan konkret fungsional.

C. Aliran-aliran ontologi
1. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terebagi ke dalam dua aliran:

a. Materialisme

Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu.
 Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:

• Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
• Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
• Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.

Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan haklekat adalah benda.

b. Idealisme

Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah:

• Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau penjelmaan.
• Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
• Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
• Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

2. Dualisme

Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh dengan duka dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang tersebut.

3. Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.

4.      Aliran Nihil isme dalam Filsafat
Nihi lisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengaku ivaliditas alternatif yang positif.Istilah nihil isme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang nihil isme sebenarnya sudah ada semenjak zamanYunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang memberikan tiga proposes itentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarah kan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia di mana ia hidup. 
5.      Aliran Agnostisis medalam Filsafat
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown. Artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenaldanmampumenerangkansecarakonkretakanadanyakenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. 
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia itu tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan kedalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang adaituialahmanusia, karenahanyamanusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun rohani.[7]

D. Kedudukan Ontologi
            Ontologi ini merupakan ‘ilmu pengetahuhan’ yang paling universal dan paling menyeluruh penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian lainya yang lebih bersifat’ bagian’. Ia merupakan konteks untuk semua konteks lainnya, cakrawala yang merangkum semua cakrawala lainnya, pendirian yang meliputi segala pendirian lainya.  Ontologi berhubungan dengan yang namanya metafisika. Oleh karena sifat englobant (marcel) atau  umgreifen (jasper) itu, maka ontologi meneliti pengkadar pengada. Sedangkan mengada itu merupakan sekaligus hal yang paling terkenal, dan hal yang paling sukar diekspresikan. Oleh karen meneliti dasar paling umum untuk segala-gala nya,  ontologi itu disebut filsafat’pertama’ . namun ontologi telah mengandaikan semua bagian filsafat lainya.
Tentu dalam suatu pengantar didaktis dapat saja ontologi sebagai pemikiran paling umum, diuraikan pada awal seluruh penyelidikan filosofi (demikianlah);tetapi menurut ukuran itu belum cukyp dicakup pengalaman konkret mengenai manusia-dunia-tuhan. Besarlah bahaya bahwa ontologi sedemikian itu menjadi suatu kumpulan atau sistem konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang melulu formalitas dan kosong belaka ( menurut tuduhan kant) , tanpa hubungan dengan kenyataan yang benar. Oleh karena itu kiranya paling baik ontologi dikembalikan kedudukannya semula, yaoitu ditempatkan pada akhir filsafat sistematis. Jadi ontologi disebut filsafat’pertama’, tetapi juga filsafat’ultima’[8]

F. Metode ontologi
Pertanyaan tentang’mengada’ ini muncul dari pemahaman tentang kenyataan kongkret. Dengan demikian ontologi menanyakan sesuatu yang tidak serba terkenal. Andaikan sama sekali tidak terkenal, mustahillah pernah akan dapat ditanyakan. Maka  telah ada semacam vorwissen (pra pengetahuhan) ; sudah ada suatu pemahaman, namun yang belum tahu pula. Pemahamam itu senada dengan keinsafan  manusia akan dirinya sendiri sebelum melaksanakan  antropologi  metafisik; -bahkan merupakan lanjutan sebelum  melaksanakan antropologi meta fisik;-  filsafat lalu menjurus ke suatu refleksi terakhir, yang ingin mengeksplitasikan dan mentematisasikan vorwissen tersebut. tetapi, walaupun terbuka untuk perkembangan selanjutnya, vorwissen  itu jugatelah menentukan cakrawala prisipal, ataupun telah memasang suatu apriori mutlak. Segala perkembangan pengertian telah termuat dalam batas-batas prapemahaman itu, dan tidak pernah akan dapat melampuinya. Yang ada di luarnya tidakakan dan tidak dapat dipertanyakan, karena tidak dipandang sebagai’mengada’
            Dengan demikan ontologi bergerak di anatara dua kutub,yaitu anatara pengalaman akankenyataan konkret dan prapengertian ‘mengada’ yang paling umum. Dalam  refleksi ontologi kedua kutub itu saling menjelaskan. Atas dasar pengalaman tentang kenyataan akan semakin disadari dan di eksplisitasikan arti dan hakikat ‘mengada’. Tetapi sebaliknya prapemahaman tentang cakrawala ‘mengada’ akan semakin menyoroti pengalaman konkret itu , dan membuatnya terpahami sungguh-sungguh. Jadi refleksi ontologis berbentuk suatu lingkaran hermeneutis anatara pengalaman dan’mengada’ tanpa mampu dikatakan man yang lebih dahulu.
Metode ontologi ini tidak dapat dipertanggungjawabkan lebih lanjut dulu.  Akan menjadi lebih jelas sambil berjalan, dan sahnya akan tampak dalam uraian ontologis sendiri tidaklah mungkin bertitik pangkal dari rumus-rumus tepat mengenai ‘mengada’ dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya oleh karena dua alasan. Pertama, rumus sedemikian itu belum diberikan dasar mutlak dan kepastian ultima. Dengan menentukan rumus sedemikan tanpa jaminan definitif, ada bahaya bahwa telah ditentukan batas batas yang terlalu sempit dan kurang supel, sehingga secara apriori telah akan tertutup jalan-jalan pemikiran yang tertentu. Kedua, suatu definisi selalu memakai suatu pengertian lain yang diandaikan telah diketahuhi lebih dahulu dan lebih jelas dari’mengada’ itu. Oleh kedua alasan ini rumus rumus dalam ontologi hanya mungkin terjadi sebagai kesimpulan kesimpulan uraian.[9]

G. Hubungan Ontologi dan Ilmu Komunikasi
            Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dalam ilmu komunikasi, ontologi berperan mengkaji hakikat komunikasi, yakni mengkaji apa yang dimaksud dengan komunikasi. Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk mentransfer ide dari satu individu ataupun grup ke individu atau grup yang lain. Ilmu komunikasi dipahami melalui objek material dan objek formal:
a.       Objek material dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Serta apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala “manusia di dunia yang mengembara menuju akhirat”. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi-filsafat ketuhanan; kata “akhirat” dalam konteks  hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi, dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.

b.      Sementara objek formal melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri. Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.[10]

            Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
           
            Dalam kajian berita infotainment, bahasan secara ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme. Misalnya saja, berita Kasus Kopi Sianida yang menyebabkan tewasnya Wayan Mirna Salihin yang diadakan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini bermula saat Jessica berteman dan berkuliah dengan Mirna, Boon Juwita alias Hani (Saksi Hani), dan Vera Rusli (Saksi Vera) di Kampus Billy Blue College Of Desain di Sidney, Australia. Sekitar pertengahan tahun 2015, Mirna mengetahui permasalahan dalam hubungan percintaan antara Jessica dengan pacarnya. Sehingga korban Mirna menasehati terdakwa agar putus saja dengan pacarnya yang suka kasar dan pemakai narkoba, dengan menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal. Ucapan Mirna tersebut, ternyata membuat Jessica marah serta sakit hati sehingga Jessica memutuskan komunikasi dengan Mirna. Untuk membalas sakit hatinya tersebut, Jessica kemudian membuat suatu rencana untuk menghilangkan nyawa Mirna. Jessica yang sempat memutus komunikasi kembali menjalin komunikasi dengan Mirna guna melancarkan niatnya tersebut. (Muhyiddin, 2016)

            Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat ketika terjadi berita hebohnya Seleb Instagram Karin Novilda alias Awkarin mulai ramai dibahas. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan pada saat itu) banyak surat kabar-surat kabar kuning muncul & diwarnai dengan antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto menerbitkan Monitor semakin membuat semarak “Jurnalisme kuning di Indonesia”. Pasca Orde Baru ketika kebebasan pers dibuka lebar-lebar semakin banyak media baru bermunculan, ada yang memiliki kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika tayangan Cek & Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga ikut-ikut menayangkan acara gosip. Darisinilah cikal bakal infotainment marak di TV kita. Fenomena infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating tinggi (public share tinggi).

            Pada hakikatnya, komunikasi yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika yang kita sampaikan bukan pesan maka itu bukan kajian ilmu komunikasi. Misalnya ada dua orang yang berdiri di pinggir jalan untuk menunggu bus, namun diantar mereka berdiam diri saja, tidak ada pesan yang di sampaikan kepada satu sama lain, maka diantara keduanya tidak ada dan tidak terjadi komunikasi. Misalkan kedua orang itu pria tampan dan gadis cantik. Si pria ingin sekali berkenalan dengan si gadis namun ia tidak menyampaikan pesan itu kepada si gadis tentang ketertarikannya, maka di antara mereka bukan komunikasi antar pribadi yang terjadi melainkan komunikasi interpribadi.
















PENUTUP

A. Kesimpulan
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang paling umum ; kerap juga disebut metafisika umum. Baru  setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsfata manusia, filsafat alam-dunia, pengetahuhan, ketuhanan, moral dan sosial, dapat disusun suatu uraian ontologi. Maka ontologi sulit dipahami lepas dari bagian-bagian dan bidang-bidang filsafat lainya, dan adalah bidang filsafat yang paling sukar.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Ontologi mempunyai aliran-aliran yaitu :
1. monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Monoisme memiliki 2 aliran yaitu, materialisme dan idealisme.
2. dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan
3. pluralisme
            Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan
4. aliran nihil isme dalam filsafat
yaitu pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang memberikan tiga proposes itentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dalam ilmu komunikasi, ontologi berperan mengkaji hakikat komunikasi, yakni mengkaji apa yang dimaksud dengan komunikasi melalui objek material dan objek formal.

DAFTAR PUSTAKA

Zaprulkhan.2004.filsafat ilmu sebuah analisis kopntenporer.Jakarta:Pustaka Grafindo

S. Praja, Juhaya. 2003. aliran-aliran filsafat   komunikasi & etika. Jakarta: Kencana.
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Bakker annton.1992.ontologi metafisika umum filsafat pengada dan dasar-dasar kenyataan .yogyakarta: penerbit kanisius





[1] Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., Filsafat Ilmu, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 4.
[2] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 746
[3] A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 91
[4] ibid, hlm. 92
[5] Suparlan Suhartono, Filsafat ilmu pengetahuan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2005), hlm. 111
[6]Suparlan Suhartono,FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN (Jogjakarta:AR-RUZZ MEDIA,2005) hlm.111
[7] Dr. Zaprulkhan, sSos.I., M.S.I., ”filsafat ilmu sebuah analisis kopntenporer” ( hal 58-60


[8] Anton bakker, ontologi metafisika umum filsafat pengada dan dasar-dasar kenyataan,(yogyakarta ; penerbit kanisius,1992) hlm. 20 -21
[9] Ibid hlm 21 -22
[10] Juhaya S. Praja, aliran-aliran filsafat dan etika (Jakarta: KENCANA, 2003), hlm.40

No comments:

Post a Comment