. Hubungan
Ontologi dan Ilmu Komunikasi
Ontologi merupakan cabang teori
hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dalam ilmu komunikasi,
ontologi berperan mengkaji hakikat komunikasi, yakni mengkaji apa yang dimaksud
dengan komunikasi. Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk
mentransfer ide dari satu individu ataupun grup ke individu atau grup yang
lain. Ilmu komunikasi dipahami melalui objek material dan objek formal:
a. Objek
material dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling
abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai
makhluk atau benda. Serta apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan
(materi) pembicaraan, yaitu gejala “manusia
di dunia yang mengembara menuju akhirat”. Dalam gejala ini jelas ada tiga
hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang
manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang
akhirat (teologi-filsafat ketuhanan; kata “akhirat” dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti
dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi, dan teologi, sekalipun kelihatan
terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah
tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Juga pembicaraan filsafat tentang
akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.
b. Sementara
objek formal melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya
menentukan ruang lingkup studi itu sendiri. Obyek formal adalah cara pendekatan
yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau
mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu
logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.[1]
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu
Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi
Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai
eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman
inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat
diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan
ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib
seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
Dalam kajian berita infotainment,
bahasan secara ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment dalam
ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia
jurnalisme. Misalnya saja, berita Kasus Kopi Sianida yang menyebabkan tewasnya
Wayan Mirna Salihin yang diadakan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus ini bermula saat Jessica berteman dan berkuliah dengan Mirna, Boon Juwita
alias Hani (Saksi Hani), dan Vera Rusli (Saksi Vera) di Kampus Billy Blue College Of Desain di Sidney,
Australia. Sekitar pertengahan tahun 2015, Mirna mengetahui permasalahan dalam
hubungan percintaan antara Jessica dengan pacarnya. Sehingga korban Mirna
menasehati terdakwa agar putus saja dengan pacarnya yang suka kasar dan pemakai
narkoba, dengan menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan
tidak modal. Ucapan Mirna tersebut, ternyata membuat Jessica marah serta sakit
hati sehingga Jessica memutuskan komunikasi dengan Mirna. Untuk membalas sakit
hatinya tersebut, Jessica kemudian membuat suatu rencana untuk menghilangkan
nyawa Mirna. Jessica yang sempat memutus komunikasi kembali menjalin komunikasi
dengan Mirna guna melancarkan niatnya tersebut. (Muhyiddin, 2016)
Fenomena jurnalisme infotainment
kembali mencuat ketika terjadi berita hebohnya Seleb Instagram Karin Novilda
alias Awkarin mulai ramai dibahas. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan
terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan pada saat itu) banyak
surat kabar-surat kabar kuning muncul & diwarnai dengan antusias
masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto menerbitkan Monitor semakin
membuat semarak “Jurnalisme kuning di Indonesia”. Pasca Orde Baru ketika
kebebasan pers dibuka lebar-lebar semakin banyak media baru bermunculan, ada
yang memiliki kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan mengandalkan
sensasional, gosip, skandal dan lain-lain. Ketika tayangan Cek & Ricek dan
Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga ikut-ikut menayangkan acara
gosip. Darisinilah cikal bakal infotainment marak di TV kita. Fenomena
infotainment merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme
kita. Pada realitasnya ini banyak disukai oleh masyarakat dengan bukti rating
tinggi (public share tinggi).
Pada hakikatnya, komunikasi yaitu
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika yang kita
sampaikan bukan pesan maka itu bukan kajian ilmu komunikasi. Misalnya ada dua
orang yang berdiri di pinggir jalan untuk menunggu bus, namun diantar mereka
berdiam diri saja, tidak ada pesan yang di sampaikan kepada satu sama lain,
maka diantara keduanya tidak ada dan tidak terjadi komunikasi. Misalkan kedua
orang itu pria tampan dan gadis cantik. Si pria ingin sekali berkenalan dengan
si gadis namun ia tidak menyampaikan pesan itu kepada si gadis tentang
ketertarikannya, maka di antara mereka bukan komunikasi antar pribadi yang
terjadi melainkan komunikasi interpribadi.
No comments:
Post a Comment